KAMMI IZZAL IPB

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
KAMMI IZZAL IPB

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Izzudin Al-Qassam Institut Pertanian Bogor

Affiliates

KAMMI IPB
sosmasizzal.wordpress.com
kammigreencampusipb.multiply.com
kaderisasikammibgr.multiply.com
bkizzal.blogspot.com
dkpkammiipb.blogspot.com
bfpkammiipb.multiply.com

Latest topics

» keajaiban sebuah nama...
Fatwa haram golput EmptyWed Mar 10, 2010 3:28 pm by e_dhy.inspiring_math45

» sikap para pemenang
Fatwa haram golput EmptyTue Sep 29, 2009 11:40 am by husein_kds_43

» SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H
Fatwa haram golput EmptyThu Sep 24, 2009 1:11 pm by Wulan_stafKDS_45

» KAMMI SEMUT 46 SESI II
Fatwa haram golput EmptyTue Aug 04, 2009 3:15 pm by Wulan_stafKDS_45

» KAMMI MENAWARKAN SISTEM EKONOMI APA untuk INDONESIA?
Fatwa haram golput EmptySun Jul 05, 2009 2:09 pm by husein_kds_43

» kemana aksimu ?
Fatwa haram golput EmptyTue Jun 02, 2009 10:33 am by MIqbalHadid_Sekum_45

» MK minggu ini...
Fatwa haram golput EmptyFri May 08, 2009 9:49 am by Wulan_stafKDS_45

» benarkah kammi hanya untuk mereka yang udah 'paham' ?
Fatwa haram golput EmptySat May 02, 2009 10:13 am by MIqbalHadid_Sekum_45

» KAMMI BACK TO CAMPUS
Fatwa haram golput EmptyFri Apr 03, 2009 3:17 pm by Wulan_stafKDS_45

Navigation


    Fatwa haram golput

    dimazdkp44
    dimazdkp44
    Kader Sejati
    Kader Sejati


    Jumlah posting : 4
    Join date : 27.02.09

    Fatwa haram golput Empty Fatwa haram golput

    Post  dimazdkp44 Sun Mar 08, 2009 8:18 pm

    -FATWA HARAM GOLPUT-


    Dari usulan ketua MPR RI DR. Hidayat Nurwahid agar MUI dan beberapa ormas Islam mengeluarkan fatwa haramnya golput, yang kemudian berkembang menjadi perdebatan sengit, antara kelompok yang memahami bahwa masalah politik bukan domainnya negara atau MUI, artinya tidak layak bagi MUI mengeluarkan fatwa haramnya golput. Dan kelompok yang memahami bahwa masalah politik adalah masalah yang integral dan tidak berpisah dengan syari’ah Islam, oleh karena itu fatwa MUI dibutuhkan sebagai rujukan bagi umat Islam dalam menggunakan hak pilihnya dengan baik.

    Isu ini kemudian sempat meredup, seiring dengan berkecamuknya pembantaian tentara Israel terhadap rakyat Palestina secara membabi buta dan tidak berprikemanusiaan. Namun, isu ini kembali mencuat kepermukaan, tepat hari Ahad, tanggal 25 Januari 2009, dalam sidang Ijtima Ulama MUI se-Indonesia III yang digelar Padang Panjang, Sumatera Barat, MUI memutuskan umat Islam diwajibkan menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 mendatang. Kewajiban itu akan berlaku jika dalam Pemilu 2009 ada calon yang ideal dan mewakili aspirasi atau memperjuangkan kepentingan masyarakat. Namun jika tidak ada satupun calon yang dianggap ideal itu maka umat Islam tidak wajib menggunakan hak pilihnya.

    Perdebatan tentang haramnya golput kembali menghangat, kalau dulu yang jadi sasaran tembak adalah ketua MPR, tetapi sekarang bertambah dengan MUI, tapi MUI itu bukan satu dua orang ulama, ada 700 ulama se-Indonesia yang berkumpul dalam sidang tersebut. Dan mereka sepakat dengan haramnya golput bersyarat.

    Golput Memang Hak Pribadi, Tapi...

    Kelompok yang tidak setuju dengan fatwa tersebut beralasan, memilih atau tidak memilih adalah hak yang diberikan oleh Negara kepada warganya, undang-undang pemilu sendiri menyebut bahwa memilih itu hak bukan kewajiban. Orang yang punya hak bisa menggunakan haknya atau tidak, oleh karena itu tidak mungkin hak itu dihukumi haram ketika orang itu tidak mau mengambilnya.

    Logika sederhananya, kalau seorang karyawan berhak mendapat gaji dari kantornya, lalu gaji itu tidak dia ambil, apakah perbuatan karyawan tersebut bisa dikatakan haram gara-gara dia tidak mengambil haknya? Tentu saja tidak. Menjadi lain halnya kalau memilih menjadi kewajiban, maka ketika dia tidak tunaikan kewajibannya baru bisa disebut haram.

    Sekilas nampaknya pemikiran tersebut logis, kalau ditinjau dari sudut hak dan kewajiban, tetapi akan menjadi berbeda ketika pendekatannya bukan dari sudut efek yang ditimbulkan ketika hak itu tidak ditunaikan.
    Memilih dan tidak memang hak pribadi, tetapi kalau kemudian ramai-ramai ummat Islam tidak menggunakan haknya alias golput, padahal dari sederetan caleg ataupun calon pemimpin ada orang yang dalam bahasa MUI memenuhi syarat ideal, seperti beriman, bertaqwa, jujur terpercaya, aktif dan aspiratif, mempunyai kemampuan dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, maka ini sama saja, secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada calon-calon yang dalam bahasa MUI tidak memenuhi syarat ideal bakal menjadi pemimpin dan wakil kita di gedung dewan.

    Kalau gara-gara ummat Islam banyak yang melakukan aksi golput, lalu yang duduk didewan dipenuhi oleh orang yang tidak amanah dan kebijakannya banyak yang bertentangan dengan aspirasi ummat Islam, maka ummat Islam yang melakukan aksi golput itu harus ikut bertanggungjawab, karena membiarkan gedung dewan diisi oleh orang yang tidak amanah, sebab efek dari aksi golput dalam versi MUI adalah akan duduknya orang yang tidak amanah di gedung legislatif dan eksekutif.

    Perda zakat saja yang digodok di DPRD kota Batam, memakan waktu bertahun-tahun lamanya dan tidak kunjung selesai, padahal sudah ada anggota dewan dari partai Islam yang duduk disana, tetapi karena mereka tidak menjadi mayoritas dalam artian bersatu dalam agenda yang sama, maka perda yang seharusnya memberikan kemaslahatan besar bagi ummat menjadi terkatung-katung. Kita bisa membayangkan nantinya, kalau pada pemilu berikutnya perwakilan dari ummat Islam yang memenuhi syarat ideal tidak bisa duduk didewan, gara-gara ummat Islam melakukan aksi golput, sudah barangtentu kita tidak bisa berharap banyak dengan anggota dewan yang tidak amanah dan tidak mengerti dengan syari’at Islam akan memperjuangkan kepentingan dan aspirasi ummat.

    Oleh karena itu MUI tidak ingin ummat Islam kembali terperosok kedalam lubang yang sama, memilih calon pemimpin dan wakil yang tidak amanah disaat munculnya calon yang memenuhi syarat ideal.

    Golput Tidak Diharamkan Total

    Kita mesti menyadari, bahwa keputusan Sidang Ijtima Ulama MUI bukan mengharamkan golput secara total, tetapi pengharaman yang bersyarat; ketika ada calon yang seseuai dengan syarat ideal, ummat Islam wajib memilih mereka dan otomatis pula haram kalau tidak memilih, dan apabila ada calon yang tidak sesuai dengan syarat ideal, maka ummat Islam haram memilihnya dan otomatis wajib untuk tidak memilih.

    Kalau kita berfikir secara sehat dan jujur, seharusnya tidak ada yang kegerahan dengan fatwa MUI tersebut, karena setiap kita tentu sepakat bahwa orang tidak amanah tidak layak dijadikan pemimpin, dan orang yang amanah dan peduli dengan rakyatnya-lah yang berpatutan memimpin atau menjadi wakil kita.

    Apalagi fatwa MUI bukanlah sesuatu yang mengikat setiap warga negara, fatwa MUI lebih sekadar menjadi rujukan ummat Islam, yang mau atau tidak mau mengikutinya tidak ada sangsinya sama sekali. Karena itulah, keputusan ini tidak menjadi penghambat demokrasi seperti yang dituduhkan sebagian penantangnya, karena sama sekali tidak memberikan sangsi kepada orang yang tidak melakukannya.


    Halal Haram Memang Bukan di Tangan MUI

    Salah satu kritikan kelompok yang menantang fatwa MUI, mereka beranggapan bahwa halal haram ditangan Allah, bukan manusia atau MUI yang menentukan. Pendapat ini menjadi benar kalau kita memahami bahwa sumber hukum Islam apa yang terdapat dalam al Quran dan sunnah. Bahkan Rasulullah saja tidak diberikan wewenang menentukan halal dan haram, Allah turunkan ayat pertama dari surah at Tahrim sebagai teguran kepada Rasulullah yang ketika itu sempat ingin mengharamkan dirinya minum madu demi menyenangkan hati isteri-isterinya.

    Tetapi anggapan itu menjadi salah, kalau fatwa yang dikeluarkan MUI difahami mengambil alih hak Allah dalam menetapkan halal dan haram. MUI bukan membuat hukum sendiri, tetapi mengambil kesimpulan hukum berdasarkan ayat Allah dan sunnah Rasulullah.

    Jadi halal dan haram adalah hak Allah, tetapi tidak dijabarkan Allah secara terperinci dalam ayat dan hadits Rasulullah, makanya MUI dengan pendekatan disiplin ilmu syari’ah harus mengambil kesimpulan hukum (berijtihad) pada perkara-perkara yang tidak dijelaskan Allah secara terperinci, agar setiap masalah jelas statusnya dari sudut syari’ah Islam. Karena itu memang amanah anggota MUI, memberikan tujuk ajar kepada ummatnya dalam menyikapi berbagai masalah dari sudut syari’ah Islam.

    Dan satu hal yang mesti diingat, masalah politik jangan dianggap bukan bagian dari Islam, karenanya MUI tidak layak bicara politik, justru sebaliknya ajaran Islam adalah ajaran yang integral, tidak memisah dan memilah ini masalah akhirat dan ini masalah dunia, Islam berbicara dan menjawab semua masalah, Allah berfirman, “dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. an Nahl : 89), makanya Khalifah Abu Bakar pernah berkata, "Seandainya tali ontaku hilang, tentu aku akan mendapatkannya dalam Kitabullah."
    Ikhtitam

    Apa yang dilakukan oleh MUI tidak lain adalah bentuk kepedulian mereka kepada ummatnya, agar ummat Islam tidak salah langkah dalam menyikapi pemilu yang sebentar lagi akan kita lewati, agar ummat Islam memberikan kontribusi bagi kemaslahatan bangsa ini, karena memilih ataupun tidak semuanya tentu saja memberikan efek kedepannya, entah baik ataupun buruk, masyarakat tentu sudah sangat cerdas dalam menentukan sikap, golput atau memilih calon yang jujur dan amanah. Wallahu a’lam.

      Waktu sekarang Mon Nov 25, 2024 6:15 am